
Makam ini memiliki hubungan dengan Kesultanan Palembang Darussalam. Setelah keraton Kuto Gawang dikuasai oleh Belanda. Pangeran Sido Ing Rejek mengungsi ke pedalaman, lebih tepatnya di Saka Tiga, Indralaya (Ogan Ilir). Namun, karena terjadi suatu tragedi, akhirnya kekuasaan itu pun diserahkan kepada adiknya, yakni Pangeran Ratu Ki Mas Hindi. Terpilihnya Ki Mas Hindi sebagai penguasa Palembang, ia pun kembali mengikat hubungan dengan Kerajaan Mataram. Ki Mas Hindi menggunakan gelar Sultan Abdurrahman bergelar Kholifatul Mukminin Sayidal Imam juga terkenal dengan Sunan Candi Walang. Keberadaan kesultanan ini cukup berpengaruh dalam pengembangan ajaran Islam di Nusantara.

Sultan Ratu Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam atau Kemas Hindi menjabat sebagai sultan di Kesultanan Palembang (1659-1706). Setelah sang sultan tiada, kemudian ia di makamkan di Jalan Jendral Sudirman lebih tepatnya persis di belakang Pasar Cinde, 24 Ilir Palembang. Penggunaan nama Candi Walang, ialah dikarenakan desain kubah tempat sang pangeran di makamkan berbentuk candi dan menjadi tempat favorit belalang hinggap. Sehingga dinamakan Candi Walang yang saat ini lebih dikenal dengan nama Cinde Welan. Walang berasal dari bahasa Jawa yang berarti belalang. Makamnya berdampingan dengan permaisuri Susuhunan dan mendiang sang guru Said Mustopa Al Idrus. Serta beberapa putri beliau dan panglima kesultanan.

Lokasi makam Cinde Welan ini sudah sejak awal terletak dilokasi yang sama hingga saat ini. Batu nisan yang berada di makam Cinde Welan ini merupakan batu nisan tertua, yaitu sejak tahun 1776 M. Sejak awal, komplek pemakaman ini terdapat 3 makam yang letaknya tinggi daripada makam-makam lainnya. Adapun ketiga makam tersebut ialah makam pendiri Kesultanan Palembang Darussalam, Permaisuri Sultan, serta Penasehat Sultan. Selain itu, disini juga terdapat makam-makam habaiq. Pada saat ini di dalam komplek pemakaman juga terdapat pemakaman masyarakat yang memiliki gelar seperti raden, kemas, kiagus, dan sebagainya.

Batu nisan pada komplek pemakaman ini terbuat dari kayu unglen, sehingga membuat bentuk batu nisan yang masih bagus dan terjaga hingga saat ini. Tidak terdapat perubahan bentuk makam sejak semula pada makam-makam di komplek ini, hanya saja terdapat penambahan warna, yang semulanya tidak berwarna. Pada pemakaman ini arsitekturnya memiliki ukiran berupa tanaman yang merambat-rambat. Selain itu, terdapat juga perbedaan motif pada makam laki-laki dengan makam perempuan di komplek pemakaman ini, hanya saja belum diketahui alasan perbedaan tersebut. Pada batu nisannya terdapat tulisan arab yang hingga saat ini tidak dapat dibaca. Dahulunya komplek pemakaman ini dikelilingi oleh sungai. Sehingga memiliki kemungkinan, bahwa di lokasi ini pernah terdapat Candi yang bernama Candi Walang. Hal ini mungkin dapat terjadi dikarenakan lokasi candi yang biasanya terdapat di dataran tinggi.


Makam Permaisuri Sultan Susuhunan Abdurahman Kholifatul Mukminin Sayyidul Iman Bin Pangeran Sedo Ing Pasarean Makam Said Mustofa Al Idrus Makam Sultan Susuhunan Abdurahman Kholifatul Mukminin Sayyidul Iman Bin Pangeran Sedo Ing Pasarean Makam Putra Sultan Susuhunan Abdurahman Kholifatul Mukminin Sayyidul Iman Bin Pangeran Sedo Ing Pasarean Komplek Pemakaman Cinde Welan
Daftar Pustaka
Endrayadi, E. C. KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM: Sejarah dan Warisan Budayanya.
Hudaidah, H. (2018, March). TOKOH-TOKOH BESAR KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM. In Seminar Nasional Sejarah (Vol. 1, No. 1).
https://www.kompasiana.com/rizqi_mizan/550abaf9a333119b1e2e39f0/ekspedisi-religi-1-kawah-tengkurep-dan-kambang-koci
Ibnu, I. M., & Komariah, S. L. (2019). KAJIAN MORFOLOGI ARSITEKTUR MAKAM KI GEDE ING SURO TERKAIT PENELUSURAN BANGUNAN CANDI DI PALEMBANG. Prosiding Applicable Innovation of Engineering and Science Research, 2019, 396-405.
Kemerdekaan, P. (1949). PERLAWANAN RAKYAT MUSI RAWAS TERHADAP BELANDA PADA MASA REVOLUSI FISIK 1947 -1949. 1–8.
Marbun, F. (2017). ZIARAH KUBRA DI PALEMBANG: ANTARA KESADARAN RELIGI DAN POTENSI EKONOMI KUBRA PILGRIMAGE IN PALEMBANG: 636–652.
MUHTIAR, A. (2018). ORNAMEN BANGUNAN CUNGKUP I PADA KOMPLEKS MAKAM KAWAH TEKUREP (Doctoral dissertation, UIN RADEN FATAH PALEMBANG).
PADILAH, R. (2018). KOMPLEKS MAKAM SABO KINGKING KELURAHAN SUNGAI BUAH KOTA PALEMBANG (Tinjauan Historis dan Antropologi) (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH).
Qibtiyah, M. (2014). Stratifikasi sosial dan pola kepercayaan (analisis atas fenomena kekeramatan makam di Kota Palembang).
Robbin, A., Suriadi, A., Pattipawae, K. R., Anthony, Y. M., Idris, M., Chairunisa, E. D., & Saputro, A. (2019). Jurnal sejarah dan pembelajaran sejarah. 5.
Santun, D. I. M., Murni, M., & Supriyanto, S. (2010). Iliran dan Uluan: dikotomi dan dinamika dalam sejarah kultural Palembang (Vol. 1, pp. 1-180). Eja Publisher Yogyakarta.
Subadyo, T. (2012). Optimasi Potensi Artefak Budaya Pada Koridor Sungai Musi Untuk Pengembangan Wisata Sejarah di Kota Palembang. Journal of Architecture and Wetland Environment Studies, 1(1), 70491.
Wargadalem, F. R., & SBK, A. N. D. (2018, March). MELESTARIKAN DAN MENGEMBANGKAN MAKAM PANGERAN SIDO ING RAJEK SEBAGAI OBJEK WISATA SEJARAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL. In Seminar Nasional Sejarah (Vol. 1, No. 1).