
Makam Ki Gede Ing Suro di Palembang kini telah menjadi warisan dunia. Beberapa penelitian dari Amerika, Australia serta negara lainnya melibatkan pendiri kerajaan Islam Palembang tersebut. Berlokasi di Jalan Ratu Sianum Lorong H.Umar RT 19 Kelurahan 1 Ilir Kecamatan Ilir Timur II Palembang, makam tersebut berada di atas candi yang berdiri sekitar abad ke-16 masehi. Total sebanyak 34 makam berada di dalam kompleks candi yang merupakan pengikut dari Ki Gede Ing Suro. Termasuk salah seorang anak Kaisar Ming Tampualam dari Kerajaan Cina yang berhasil di Islamkan oleh Ki Gede Ing Suro dan diberi nama Abdullah. Ki Gede Ing Suro adalah putra Ki Gede Ing Lautan, salah satu dari 24 bangsawan dari Demak yang datang ke Palembang, setelah terjadi kekacauan di kerajaan Islam terbesar di pulau Jawa. Kekisruhan ini merupakan rangkaian panjang dari sejarah kerajaan terbesar di nusantara, setelah kerajaan Sriwijaya, yaitu Kerajaan Majapahit. Pada massa Ki Gede Ing Suro inilah awal mula kerajaan Palembang memeluk agama Islam. Salah seorang pengelola makam Ki Gede Ing Suro, Saini, mengatakan, makam Ki Gede Ing Suro terletak di atas candi.

Dikatakan, corak hindu dan bersalip Yunani begitu dominan pada bangunan tersebut. Terdapat delapan bangunan dengan luas hampir sekitar satu hektare. Menurut dia, dimakamkannya sang sultan di sana karena wilayah tersebut berdekatan dengan Sungai Musi serta sungai-sungai kecil lainnya. Untuk menghindari kebanjiran maka Ki Gede Ing Suro di makamkan di kawasan 1 Ilir Palembang. Suani juga mengatakan, candi yang ada di makam Ki Gede Ing Suro sama persis dengan bentuk candi yang ada di Muaro Jambi. Namun ia tidak mengetahui pasti ada hubungan apa terkait samanya bentuk kedua candi itu. Khusus untuk makam Ki Gede Ing Suro paling panjang dibandingkan makam lainnya yang ada di komplek pemakaman tersebut. Setidaknya setelah diukur 260 centimeter. Jaraknya sekitar 8 kilometer dari pusat kota Palembang. Dari jarak sejauh itu, Anda bisa menempuh tidak sampai 10-20 menit dengan kendaraan, seperti mobil, angkot, bus, dan sebagainya.




Sumber
Endrayadi, E. C. KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM: Sejarah dan Warisan Budayanya.
Hudaidah, H. (2018, March). TOKOH-TOKOH BESAR KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM. In Seminar Nasional Sejarah (Vol. 1, No. 1).
https://www.kompasiana.com/rizqi_mizan/550abaf9a333119b1e2e39f0/ekspedisi-religi-1-kawah-tengkurep-dan-kambang-koci
Ibnu, I. M., & Komariah, S. L. (2019). KAJIAN MORFOLOGI ARSITEKTUR MAKAM KI GEDE ING SURO TERKAIT PENELUSURAN BANGUNAN CANDI DI PALEMBANG. Prosiding Applicable Innovation of Engineering and Science Research, 2019, 396-405.
Kemerdekaan, P. (1949). PERLAWANAN RAKYAT MUSI RAWAS TERHADAP BELANDA PADA MASA REVOLUSI FISIK 1947 -1949. 1–8.
Marbun, F. (2017). ZIARAH KUBRA DI PALEMBANG: ANTARA KESADARAN RELIGI DAN POTENSI EKONOMI KUBRA PILGRIMAGE IN PALEMBANG: 636–652.
MUHTIAR, A. (2018). ORNAMEN BANGUNAN CUNGKUP I PADA KOMPLEKS MAKAM KAWAH TEKUREP (Doctoral dissertation, UIN RADEN FATAH PALEMBANG).
PADILAH, R. (2018). KOMPLEKS MAKAM SABO KINGKING KELURAHAN SUNGAI BUAH KOTA PALEMBANG (Tinjauan Historis dan Antropologi) (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH).
Qibtiyah, M. (2014). Stratifikasi sosial dan pola kepercayaan (analisis atas fenomena kekeramatan makam di Kota Palembang).
Robbin, A., Suriadi, A., Pattipawae, K. R., Anthony, Y. M., Idris, M., Chairunisa, E. D., & Saputro, A. (2019). Jurnal sejarah dan pembelajaran sejarah. 5.
Santun, D. I. M., Murni, M., & Supriyanto, S. (2010). Iliran dan Uluan: dikotomi dan dinamika dalam sejarah kultural Palembang (Vol. 1, pp. 1-180). Eja Publisher Yogyakarta.
Subadyo, T. (2012). Optimasi Potensi Artefak Budaya Pada Koridor Sungai Musi Untuk Pengembangan Wisata Sejarah di Kota Palembang. Journal of Architecture and Wetland Environment Studies, 1(1), 70491. Wargadalem, F. R., & SBK, A. N. D. (2018, March). MELESTARIKAN DAN MENGEMBANGKAN MAKAM PANGERAN SIDO ING RAJEK SEBAGAI OBJEK WISATA SEJARAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL. In Seminar Nasional Sejarah (Vol. 1, No. 1).