
Masjid Al Islam Muhammad Cheng Hoo Sriwijaya Palembang atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Cheng Hoo Palembang adalah salah satu Masjid di Palembang dengan nuasa Tionghoa. Masjid Cheng Ho yang berlokasi di Perumahan Amin Mulia, Jakabaring. Pembangunan Masjid ini prakarsai para sesepuh, penasihat, pengurus Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Sumatera Selatan, dan tokoh masyarakat Tionghoa. Saat ini Masjid Hoo diimami oleh Choirul Rizal yang merupakan hafizul Quran.

Masjid ini yang dibangun dengan perpaduan unsur antara Cina, Melayu, dan Nusantara. Menara di kedua sisi masjid meniru klenteng-klenteng di Cina, dicat warna merah dan hijau giok. Fungsi masjid Cheng Ho lebih dari sekadar tempat ibadah. Masjid ini menghelat kegiatan-kegiatan agama dan kemasyarakatan, dan telah menjadi sebuah tujuan wisata, yang menarik para pengunjung dari Malaysia, Singapura, Taiwan dan bahkan Rusia.

Saat ini di sekitar masjid tidak hanya terdapat bangun masjid melainkan terdiri dari beberapa bagian masjid seperti rumah imam, pagar sekeliling, perpustakaan, ruang serbaguna dan bahkan tempat pendidikan Al-Quran untuk anak-anak secara gratis.

Bangunan masjid ini berdiri di atas lahan seluas 5.000 meter persegi, sementara bangunannya berukuran 25 x 25 meter (525 meter persegi) dan terdiri atas 2 lantai. Lantai pertama digunakan untuk jemaah pria, sementara lantai dua digunakan khusus untuk jemaah wanita, yang secara keseluruhan mampu menampung hingga lebih dari 600 orang.

Penamaan Masjid ini tidak lepas dengan keberadaan Laksamana Cheng Ho tak dipisahkan dari Palembang. Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403-1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming. Nama aslinya adalah Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao, berasal dari provinsi Yunnan. Sejak melakukan pelayaran mengelilingi dunia, Cheng Ho sempat tiga kali datang ke Palembang.

Kedatangan Laksamana Ceng Hoo disinyalir sebagai salah satu poin penting dalam penyebaran Islam di Indonesia, khususnya wilayah Palembang. Armada Cheng Ho sebanyak 62 buah kapal dan tentara yang berjumlah 27.800 yang dipimpinnya itu pernah empat kali berlabuh di pelabuhan tua di Palembang. Pada 1407 Kota Palembang yang berada di bawah kekuasaan Sriwijaya pernah meminta bantuan armada Tiongkok yang ada di Asia Tenggara untuk menumpas perampok-perampok Tionghoa Hokkian yang mengganggu ketenteraman. Kepala perampok Chen Tsu Ji tersebut berhasil diringkus dan dibawa ke Peking.

Semenjak itu, Laksamana Cheng Ho membentuk masyarakat Tionghoa Islam di Kota Palembang yang memang sudah ada sejak zaman Sriwijaya banyak didiami orang-orang Tionghoa. Gerombolan perompak yang dipimpin Chen Tsu Ji, sebenarnya bekas seorang perwira angkatan laut China asal Kanton. Dia melarikan diri ketika Dinasti Ming berkuasa. Pelariannya berlabuh di Palembang. Kedatangannya ke Palembang telah membuat resah para pedagang yang singgah. Sebab, Chen Tsu Ji membawa ribuan pengikutnya dan membangun basis kekuasaan di Palembang, atau dalam bahasa China, po-lin-fong, yang berarti ”pelabuhan tua.” Selama berkuasa di Palembang, Chen Tsu Ji menguasai daerah sekitar muara Sungai Musi, perairan Sungsang, dan Selat Bangka. Anak buah Chen Tsu Ji merompak semua kapal yang melintasi perairan itu. Kebetulan atau tidak, daerah-daerah itu sampai kini jadi kantung-kantung bandit Palembang.
Selama perjalanan Cheng Ho antara 1405–1433 M, dia pernah empat kali ke Palembang. Tahun 1407 masehi, armada Cheng Ho mampir ke Palembang dalam rangka menumpas perompak yang dipimpin Chen Tsui Ji tersebut. Kemudian, pada tahun 1413–1415M, 1421–1422M, dan tahun 1431–1433 M, armada Cheng Ho berlabuh ke Palembang.

Dengan adanya Masjid Cheng Ho di Palembang dapat menjadi bukti bahwa di Indonesia khusunya Palembang ada ruang bagi para warga untuk mengekspresikan identitas unik mereka – percampuran tradisi dan budaya Tionghoa dan Islam dalam konteks lokal Indonesia.
Sumber: http://www.palembang-tourism.com/